Drama tergolong
sebagai karya sastra. Sama halnya dengan prosa dan puisi, drama memunyai
karakteristik pembentuknya, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur
yang (secara langsung) turut serta membangun cerita, sedangkan unsur ekstrinsik drama adalah hal-hal yang berada di
luar struktur, namun mempengaruhi drama (karya sastra).
Dalam
perkembangan drama di Indonesia, drama berkali-kali mendapat pengaruh untuk
diperbarui. Hal itu bertujuan untuk menggelorakan drama di Indonesia. Berikut sejarah
perkembangan penulisan drama meliputi:
- Periode Drama
Melayu-Rendah
Dalam Periode Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang drama Belanda peranakan dan Tionghoa peranakan. Sepanjang tahun 1930-an para dramawan pribumi kita umumnya adalah sastrawan yang tidak begitu akrab dengan seni pertunjukan sehingga naskah-naskah yang mereka buat digolongkan dalam drama kamar, jenis yang lebih merupakan bacaan daripada bahan pementasan. Para sastrawan muda angkatan Sanusi Pane mendapatkan pendidikan di sekolah menengah Belanda yang memberikan pengetahuan mengenai kesenian sekitar tahun 1880-an di negeri itu. Itulah sebabnya angkatan 1880-an yang muncul di negeri Belanda menjadi acuan bagi perkembangan drama romantic di Indonesia. - Periode Drama
Pujangga Baru
Dalam Periode Drama Pujangga Baru lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis oleh pengarang Indonesia. Bebasari adalah drama yang mempropogandakan gagasan kemerdekaan sebagai lakon simbolis. - Periode Drama
Zaman Jepang
Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain justru memacu munculnya naskah drama. Perkembangan drama boleh dikatakan praktis berubah ke arah lain ketika pada awal tahun 1940-an para pemerintah Jepang menguasai militer Indonesia dan menentukan dengan tegas bahwa segala jenis seni, tak terkecuali pertunjukkan, harus dipergunakan sebagai alat propaganda untuk mendukung gagasan Asia Timur RayaDalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan, dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain justru memacu munculnya naskah drama. Drama pada masa ini hanya dipergunakan sebagai alat propaganda untuk mendukung gagasan Asia Timur Raya. - Periode Drama
Sesudah Kemerdekaan
Pada Periode Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra. - Periode Drama
Mutakhir
Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat menonjol. Terjadi pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan Riantiarno.
Tag :
Drama
0 Komentar untuk "Sejarah Karya Sastra Drama"