Sering terdengar di telinga kita, kata mempercayai (p tidak luluh) dan memercayai
(p luluh). Kebanyakan orang menggunakan kata mempercayai (p tidak luluh). Namun
pada dasarnya, mengikuti kaidah hukum KPTS, bahwa kata yang diawali dengan
huruf (k), (p), (t), dan (s), akan diluluhkan bila mendapatkan imbuhan. Keadaan
semacam itu menandakan belum ada keseragaman antarpengguna bahasa.
Luluh tidaknya bunyi seperti itu disebabkan beberapa hal.
Pertama, sangkaan orang bahwa suku pertama pada kata itu sama dengan imbuhan
atau tidak. Jika p-e-r disangka sama
dengan imbuhan, bunyi p tidak
diluluhkan, sehingga dipakai bentuk mempercayai.
Sebaliknya, jika p-e-r tidak
dipandang tidak sama dengan imbuhan, bunyi p
diluluhkan sehingga digunakan bentuk memercayai.
Pada contoh kata yang lain, anggapan yang digunakan memergoki dan memerlukan.
Kedua, anggapan orang bahwa bentuk dasarnya masih asing atau tidak. Jika bentuk
dasar dirasa asing, bunyi p tidak
diluluhkan sehingga muncul bentuk seperti mempermutasi,
mempersentasekan, dan mempermanenkan.
Tambahan lain bila bentukan yang
dihasilkan akan terasa mengaburkan bentuk dasarnya, orang juga cenderung tidak
meluluhkan bunyi p, seperti kata mempascasarjanakan dan mempanglimakan.
Bunyi p pada
imbuhan per- seperti pada kata pertemukan dan pertandingkan memang tidak luluh pada bentukan mempertemukan dan mempertandingkan.
Namun pada kata percayai dan perkarakan, bukanlah imbuhan. Jadi,
bila mengikuti kaidah penggabungan bunyi, seharusnya kata yang terbentuk dengan
penambahan imbuhan menjadi memercayai dan
memerkarakan. Masalah asing atau
tidaknya bentuk dasar, ataupun bentuk yang dihasilkan, dapat dikesampingkan
jika mengikuti kaidah. Namun pada praktiknya, banyak pengguna menuliskan mempercayai dan memperkarakan. Jika hal itu dapat membingungkan pembaca, sebaiknya
penggunaan kata memercayai atau mempercayai dalam penulisan kata yang
dipakai yaitu memiliki.
Tag :
Linguistik
0 Komentar untuk "Polemik antara Mempercayai dengan Memercayai"