KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakatatuh
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Sintaksis yang diberikan dosen
pengampu. Shalawat serta salam tidak lupa dicurahkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di yaumil Akhir. Amin.
Tugas
ini sengaja dibuat dalam rangka memenuhi kriteria penilaian dalam pencapaian
nilai mata kuliah Sintaksis Bahasa semester V (lima) di _____________________.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan atau penyusunan tugas ini masih
terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Penulis
sangat berterimakasih kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu
menyelesaikan tugas ini terutama kepada dosen _______ selaku dosen pengampu.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua dan
khususnya bagi diri pribadi penulis. Aamiin.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakatatuh
Bandar Lampung,
Desember 2009
Penulis,
Okta M. Putra
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………… i
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………….. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
2.
Tujuan
3.
Manfaat
BAB
II ISI
1.
Pengertian Kalimat
2.
Pola Kalimat Dasar
3.
Jenis Kalimat Menurut Struktur
Gramatikalnya
4.
Jenis Kalimat Menurut Bentuk Gayanya
5.
Jenis Kalimat Menurut Fungsi
6.
Kalimat Efektif
BAB
III SIMPULAN DAN SARAN
1.
Simpulan
2.
Saran
DAFTAR
RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam
dunia pendidikan, bahasa merupakan faktor penting dalam penunjang keberhasilan
siswa itu. Bahasa itu dapat berupa lisan maupun tulisan. Dari penjelasan itu,
bahasa dapat berupa lisan atau tulisan, akan mudah dipahami apabila pengunaan
kalimat oleh penggunanya tepat dan dapat dimengerti orang lain. Namun, dalam
penggunaannya sering ditemukan kesalahan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Misalnya, penggunaan kata yang tidak efisien akan menimbukan kesalahpahaman
yang dapat merusak informasi.
Disamping
menulis, keterampilan berbahasa lainnya meliputi berbicara, menyimak, dan
membaca, diharapkan dapat dikuasai oleh siswa. Oleh karenanya, tuntutan zaman
pun ikut menjadi faktor penting dalam pengembangan pemahaman siswa itu.
2.
Tujuan
Memberikan
informasi tentang kalimat, mulai dari batasan kalimat hingga penggunaan kalimat
yang efektif.
3.
Manfaat
Dari
tujuan di atas, maka dapat diambil manfaatnya yaitu agar siswa dapat
mengetahui, menilai, dan menggunakan kalimat yang baik dan benar sesuai kaidah
tata bahasa.
BAB II
ISI
1.
Pengertian Kalimat
Menurut
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam
wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Atau
kalimat yang dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, minimal harus
memiliki subjek (S) dan predikat (P). kalau tidak memiliki unsur subjek dan
unsur predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat. Dengan kata lain, itu hanya
dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa.
Kalimat
adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan
suara naik turun, keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi
akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), serta tanda seru (!).
2.
Pola Kalimat Dasar
Berdasarkan penelitian
para ahli, pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
KB + KK : Mahasiswa berunjuk rasa.
2.
KB + KS : Paman itu ramah.
3.
KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu
rupiah.
4.
KB + (KD + KB) : Tinggalnya di
Palembang.
5.
KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film.
6.
KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan
saya pekerjaan.
7.
KB1 + KB2 : Rustam peneliti.
ketujuh pola kalimat dasar di atas dapat diperluas dengan
berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola dasar itu digabung-gabungkan
sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.
3.
Jenis Kalimat Menurut Struktur
Gramatikalnya
Menurut
strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan dapat
pula berupa kalimat mejemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara
(koordinatif), tidak setara/bertingkat (subordinatif), ataupun campuran
(koordiatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal,
sedangkan gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk. Untuk
lebih jelas, berikut akan dipaparkan ulasannya.
1.
Kalimat Tunggal
Kalimat
tunggal, terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau
dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang dalam bahasa
Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat dasar yang sederhana.
Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu
predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula
ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola
kalimat dasar. Mari kita lihat sekali lagi pola-pola kalimat dasar tersebut.
1.
Mahasiswa berunjuk rasa.
(S):
KB + (P): KK
2.
Paman itu ramah.
(S):
KB + (P): KS
Pada
pola pertama, pola yang mengandung subjek (S) kata benda adalah mahasiswa,
dan predikat (P) kata kerja yakni berunjuk rasa. Sehingga kalimat itu menjadi
Mahasiswa berunjuk rasa (S-P). Pola kedua adalah pola kalimat yang bersubjek
kata benda ialah ‘Paman itu’, dan berpredikat kata sifat diduduki oleh kata
‘ramah’.
Kedua pola
kalimat di atas masing-masing terdiri atas satu kalimat tunggal. Setiap kalimat
tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata pada
unsur-unsurnya. Dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya itu, kalimat
akan menjadi panjang (lebih panjang dari pada kalimat asalnya atau aslinya),
tetapi masih dapat dikenali unsur utamanya. Kalimat Mahasiswa berunjuk rasa
dapat diperluas menjadi ‘Mahasiswa semester V sedang berunjuk rasa di kantor
Pemda’. Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan subjek ‘mahasiswa’ dengan
semester III. Perluasan predikat berunjuk rasa dengan sedang, serta menambahkan
keterangan tempat di akhir sehingga pola kalimat tersebut menjadi S-P-K.
Memperluas
kalimat tunggal tidak hanya terbatas seperti pada contoh-contoh di atas. Tidak
tertutup kemungkinan kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh
kata atau lebih. Kalimat itu dapat diperluas dengan menggunakan kata
keterangan, antara lain terdiri atas: (a) keterangan tempat, seperti di sini,
dalam ruangan tertutup, lewat Yogyakarta, dan sekeliling kota; (b) keterangan
waktu, seperti setiap hari, pada pukul 19.00, tahun depan, kemarin sore, dan
minggu kedua bulan ini; (c) keterangan alat seperti, dengan linggis, dengan
undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel pos, dan dengan cek;
(d) keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, seyogyanya, sesungguhnya,
dan sepatutnya; (e) keterangan cara, seperti dengan hati-hati, seenaknya saja,
dan dengan tergesa-gesa; (f) keterangan aspek seperti, akan, sedang, sudah, dan
telah; (g) keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertib, dan bagi
kita; (h) keterangan sebab seperti, karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran
panik; (i) keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling
menggantikan, seperti penerima Kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI
Jakarta.
Terdapat perbedaan
anatara keterangan alat dan keterangan cara, yaitu sebagai berikut;
Dengan
+ kata benda = keterangan alat
Dengan
+ kata kerja/kata sifat = keterangan cara.
Contoh
kalimat yang menggunakan keterangan alat ‘Adik menggali lubang dengan
menggunakan cangkul’, dan contoh kalimat yang menggunakan keterangan cara ‘Adik
berlari dengan tergesa-gesa’.
2.
Majemuk Majemuk Setara
Kalimat
majemuk setara terdiri dari dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk
setara dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut.
1.
Dua kalimat tunggal atau lebih dapat
dihubungkan oleh kata dan atau serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu
sejalan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara penjumlahan.
Contoh:
Kami
membaca.
Mereka
menulis.
Dari
contoh di atas, maka kalimat mejemuk setaranya ialah ‘Kami membaca dan mereka
menulis’.
Tanda
koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih dari dua kalimat
tunggal.
Contoh:
Direktur
tenang.
Karyawan
duduk teratur.
Para
nasabah antre.
Direktur
tenang, karyawan duduk teratur, dan para nasabah antre.
2.
Kedua kalimat tunggal yang berbentuk
kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata, tetapi jika kalimat itu
menunjukkan pertentangan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara
pertentangan.
Contoh:
·
Amerika dan Jepang tergolong negara
maju.
·
Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.
Amerika
dan Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.
Kata-kata
penghubung lain yang dapat digunakan dalam menghubungkan dua kalimat tunggal
dalam kalimat majemuk setara pertentangan ialah kata sedangkan dan melainkan
seperti kalimat berikut.
Contoh:
Puspiptek
terletak di Serpong, sedangkan Industri Pesawat Terbang Nusantara terletak di
Bandung.
Ia
bukan peneliti, melainkan pegulat.
3.
Dua kalimat tunggal atau lebih dapat
dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian jika kejadian yang dikemukakannya
berurutan.
Contoh:
Mula-mula
disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja, kemudian disebutkan namanama
juara MTQ tingkat dewasa.
4.
Dapat pula dua kalimat tunggal atau
lebih dihubungkan oleh kata atau jika kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan
hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan.
Contoh:
Para
pemilik televisi membayar iuran televisinya di kantor pos yang terdekat, atau
para petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi langsung.
3.
Kalimat Majemuk tidak Setara
(Bertingkat)
Kalimat
majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku
kalimat atau lebih yang tidak bebas (terikat). Jalinan kalimat ini
menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang
majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan pertaliannya
dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya
dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak kalimat.
Misalnya:
1.
Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat
modern. (tunggal)
2.
Mereka masih dapat mengacaukan data-data
komputer. (tunggal)
3.
Walaupun komputer itu dilengkapi dengan
alat-alat modern, mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer itu.
Telah
dikatakan di atas bahwa kalimat majemuk bertingkat terbagi dalam bentuk anak
kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan anak
kalimat ialah pertalian gagasan atau merupakan penjelasan dengan hal-hal lain.
Penanda anak kalimat yan sering digunakan ialah kata walaupun, meskipun,
sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau, sebab, agar, supaya, ketika,
sehingga, setelah, sesudah, sebelum, kendatipun, bahwa, dan sebagainya.
4.
Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat
jenis ini terdiri atas kalimat majemuk tak setara (bertingkat) dan kalimat
majemuk setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk
taksetara (bertingkat).
Misalnya:
1.
Karena hari sudah malam, kami berhenti
dan langsung pulang.
2.
Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja
karena tugasnya belum selesai.
Dari
contoh kalimat kedua, terdiri atas induk kalimat yang berupa kalimat majemuk
setara, yaitu ‘kami pulang, tetapi mereka masih bekerja’, dan anak kalimat
‘karena tugasnya belum selesai’. Jadi, susunan kalimat kedua adalah kalimat
majemuk setara + bertingkat.
4.
Jenis Kalimat Menurut Bentuk Gayanya
Tulisan
akan lebih efektif jika di samping kalimat-kalimat yang disusunnya benar, juga
gaya penyajiannya (retorikanya) menarik perhatian pembaca. Walaupun
kalimat-kalimat yang disusunnya sudah gramatikal, sesuai dengan kaidah, belum
tentu tulisan itu memuaskan pembacanya jika segi retorikanya tidak memikat.
Kalimat akan membosankan pembacanya jika selalu disusun dengan konstruksi yang
monoton atau tidak bervariasi. Misalnya, konstruksi kalimat itu selalu
subjek-predikat-objek-ketengan, atau selalu konstruksi induk kalimat-anak
kalimat. Hal itu akan membuat bosan para pembacanya.
Gaya
penyampaian atau retorikanya, kalimat majemuk dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu (1) kalimat yang melepas (induk-anak), (2) kalimat yang klimaks
(anak-induk), dan (3) kalimat yang berimbang (setara atau campuran).
1.
Kalimat yang Melepas
Yaitu jika
kalimat itu disusun dengan diawali unsur utama, yaitu induk kalimat dan diikuti
oleh unsur tembahan (anak kalimat), gaya penyajian kalimat itu disebut melepas.
Gaya penyajian itu melepas karena unsur anak kalimat ini seakan-akan dilepaskan
saja oleh penulisnya dan kalaupun unsur ini tidak diucapkan, kalimat itu sudah
bermakna lengkap tanpa anak kalimat.
Misalnya:
1.
Saya akan dibelikan vespa oleh Ayah jika
saya lulus ujian sarjana.
Jika
diresapi, kalimat yang sebenarnya hanyalah ‘Saya dibelikan vespa oleh Ayah’.
Walaupun tanpa anak kalimat, kalimat tersebut sudah lengkap.
2.
Kalimat yang Klimaks
Adalah jika
kalimat itu disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh induk
kalimat. Gaya penyajian kalimat itu disebut berklimaks. Pembaca belum dapat
memahami kalimat tersebut jika baru membaca anak kalimatnya. Pembaca akan
memahami makna kalimat itu setelah membaca induk kalimatnya. Sebelum kalimat
itu selesai, terasa bahwa ada sesuatu yang masih ditunggu, yaitu induk kalimat.
Oleh karena itu, penyajian kalimat yang konstruksinya anak-induk terasa
berklimaks, dan terasa membentuk ketegangan.
Contoh:
Setelah 138
hari disekap dalam sebuah ruangan, akhirnya tiga sandera warga negara Indonesia
itu dibebaskan juga.
3.
Kalimat yang Berimbang
Jika
kalimat itu disusun dalam bentuk majemuk setara atau majemuk campuran, gaya
penyajian kalimat itu disebut berimbang karena strukturnya memperlihatkan
kesejajaran yang sejalan dan dituangkan ke dalam bangun kalimat yang
bersimetri.
Misalnya
:
·
Jika stabilitas nasional mantap,
masyarakat dapat bekerja dengan tenang dan dapat beribadat dengan leluasa.
Ketiga
gaya penyampaian tadi yaitu, kalimat yang melepas, kalimat yang klimaks, dan
kalimat yang berimbang, semua terdapat pada kalimat majemuk. Adapun kalimat
pada umumnya dapat divariasikan menjadi kalimat yang panjang-pendek,
aktif-pasif, inversi, dan pengedepanan keterangan.
5.
Jenis Kalimat Menurut Fungsi
Menurut
fungsinya, jenis kalimat dapat dirinci menjadi kalimat pernyataan, kalimat
pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jenis kalimat itu dapat
disajikan dalam bentuk positif dan negatif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang
khas menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis itu. Dalam
bahasa tulisan, perbedaannya dijelaskan oleh bermacam-macam tanda bacanya.
1.
Kalimat Berita/Pernyataan (Deklaratif)
Kalimat
berita atau pernyataan dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan
lengkap pada waktu ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan berbahasanya.
Kalimat berita dapat berupa bentuk apa saja, asalkan isinya merupakan
pemberitaan. Dalam bentuk tulisnya, kalimat berita diakhiri dengan tanda titik
(.), sedangkan dalam bentuk lisan, suara berakhir dengan nada turun.
Contoh
kalimat Positif:
Presiden
SBY mengadakan kunjungan ke luar negeri.
Negatif:
Dalam pameran tersebut para pengunjung tidak mendapat informasi yang memuaskan
tentang bisnis komdominium di kota-kota besar.
2.
Kalimat Tanya (Interogatif)
Kalimat
tanya dipakai jika penutur ingin memperoleh informasi atau reaksi
(jawaban) yang diharapkan. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca tanda
tanya). Pertanyaan sering menggunakan kata tanya seperti apa, siapa, dimana,
mengapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai
penegas.
Contoh
kalimat Positif: Kapan Saudara berangkat ke Singapura?
Contoh
Negatif: Mengapa tidak semua fakir miskin di negara kita dapat dijamin
penghidupannya oleh negara?
3.
Kalimat Perintah dan Permintaan
(Imperatif)
Kalimat
perintah dipakai jika penutur ingin “menyuruh” atau “melarang” orang berbuat
sesuatu. Perintah dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat digolongkan
menjadi enam, yaitu:
1.
perintah biasa, jika pembicara menyuruh
lawan bicaranya berbuat sesuatu;
contoh:
Masuk!
2.
perintah halus, jika tampaknya tidak
memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba atau mempersilakan lawan bicara sudi
berbuat sesuatu;
contoh:
Tolong buatkan Saya kopi.
3.
permohonan, jika pembicara, demi
kepentingannya, meminta lawan bicara berbuat sesuatu;
contoh:
Mohon surat ini ditandatangani.
4.
ajakan dan harapan, jika pembicara
mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu;
contoh: Ayo
ikut Aku.
5.
larangan atau perintah negatif, jika
pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu;
contoh:
Jangan dekati mobil itu.
6.
pembiaran, jika pembicara minta agar
jangan dilarang.
contoh:
Biarkan saja ia pergi.
Ciri-ciri
kalimat imperatif ialah biasanya menggunakan intonasi menurun; tanda baca titik
atau tanda seru, dan pelaku tindakan tidak selalu terungkap.
4.
Kalimat Seruan
Kalimat
seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan “yang kuat” atau yang
mendadak. (Biasanya, ditandai oleh menaiknya suara pada kalimat lisan dan
dipakainya tanda seru atau tanda titik pada kalimat tulis).
Misalnya:
Nah, ini dia yang kita tunggu.
6.
Kalimat Efektif
Kalimat
efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam
pikiran pembicara atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan
informasi itu, sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin.
Sebuah
kalimat efektif mempunyai ciri-ciri khas, yaitu kesepadanan struktur,
keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran,
kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa. Berikut akan dipaparkan.
1.
Kesepadanan
Yang
dimaksud dengan kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan
struktur bahasa yang kita pakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh
kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Kesepadanan
kalimat itu memiliki beberapa ciri, sebagai berikut:
1.
Kalimat itu mempunyai subjek dan
predikat dengan jelas. Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu
saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu
kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di-, dalam,
bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan
subjek.
Contoh:
·
Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi
ini harus membayar uang kuliah.
Pada
kalimat tersebut kurang benar, karena mencantumkan kata bagi. Sebenarnya, tanpa
kata bagi-pun, tidak akan mengurangi sedikit pun maksud dari kalimat tersebut.
Jadi sebaiknya adalah ‘Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang
kuliah’.
2.
Tidak terdapat subjek yang ganda
Dalam
penggunaan kalimat yang efektif, menggunakan subjek yang ganda, dapat
menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, penggunaan subjek yang ganda harus
dihindarkan. Sebagai contoh; ‘Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para
dosen’. Dari kalimat itu dapat diperbaiki sehingga menjadi,’Dalam menyusun
laporan itu, saya dibantu oleh para dosen’.
3.
Kalimat penghubung intrakalimat tidak
dipakai pada kalimat tunggal
Contoh:
·
Kami datang agak terlambat. Sehingga
kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
Perbaikan
kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat
itu menjadi kalimat majemuk. Kedua, gantilah ungkapan penghubung intrakalimat
menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, sebagai berikut.
·
Kami datang agak terlambat sehingga kami
tidak dapat mengikuti acara pertama.
Atau
·
Kami datang terlambat. Oleh karena itu,
kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
4.
Predikat kalimat tidak didahului oleh
kata ‘yang’.
Contoh: Bahasa
Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
Sebaiknya.
Kalimat di atas berbunyi; Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
2.
Keparalelan
Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang
digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina,
bentuk kedua juga menggunakan nomina.
Contoh:
·
Harga minyak dibekukan atau kenaikan
secara luwes.
Kalimat
di atas tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili
predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu ‘dibekukan’ dan ‘kenaikan’.
Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu menjadi
‘Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes’.
3.
Ketegasan
Ketegasan atau
penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah
kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi penekanan atau
penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan
dalam kalimat, yaitu (a) meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat
(di awal kalimat); (b) membuat urutan kata yang bertahap;
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah
disumbangkan kepada anak-anak terlantar. Seharusnya: Bukan seratus, seribu,
atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada
anak-anak
terlantar.
(c) melakukan
pengulangan kata (repetisi);
(d)
melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan. Contoh: Anak itu tidak
malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.
(e)
mempergunakan partikel penekanan (penegasan)
4.
Kehematan
Kehematan dalam
kalimat efektif adalah hemat dalam menggunakan kata, frasa, atau bentuk lain
yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus menghilangkan
kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Penghematan di sini mempunyai
arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak
menyalahi kaidah tata bahasa.
Ada
beberapa kriteria yang perlu diperhatikan.
1.
Penghematan dapat dilakukan dengan cara
menghilangkan pengulangan subjek. Contoh:
·
Karena ia tidak diundang, dia tidak
datang ke tempat itu.
Perbaikan
kalimat itu yaitu: Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
2.
Penghematan dapat dilakukan dengan cara
menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
Contoh: Ia
memakai baju warna merah.
Pada
kalimat itu kurang baik karena kata merah, sudah mencakupi kata warna. Jadi
kalimat yang seharusnya ‘Ia memakai baju merah’.
3.
Penghematan dapat dilakukan dengan cara
menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
Penghematan
dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.
Misalnya: Para tamu-tamu. Dari kalimat itu, merupakan kalimat yang
menggunakan kata jamak, sehingga dalam kalimat tersebut salah.
5.
Kecermatan
Cermat adalah
bahwa kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda, dan tepat dalam pilihan
kata. Perhatikan kalimat berikut.
·
Teman saya di rumah sakit.
Pada
kalimat di atas, memiliki beberapa tafsiran apakah teman saya di ruah sedang
sakit, atau teman saya sakit, namun di rumah sakit. Oleh karena itu, kalimat
yang efektif harus menjauhkan dari kalimat yang menimbukan ambigu, dan tepat
dalam peilihan katanya.
6.
Kepaduan
Kepaduan ialah
pernyataan padu yang digunakan dalam kalimat, sehingga informasi yang
disampaikannya tidak terpecah-pecah. Kalimat yang padu itu:
1.
tidak bertele-tele dan tidak
mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris. Oleh karena itu, kita hidari
kalimat yang panjang dan bertele-tele.
2.
kalimat yang padu mempergunakan
pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat
pasif persona.
Contoh: Surat
itu saya sudah baca.
Kalimat
di atas tidak menunjukkan kepaduan sebab aspek terletak antara agen dan verbal.
Seharusnya kalimat itu berbentuk ‘Surat itu sudah saya baca’.
3.
Kalimat yang padu tidak perlu
menyisipkan sebuah kata seperti ‘dari pada’ atau ‘tentang’ antara predikat kata
kerja dan objek penderita.
Perhatikan
kalimat ini
·
Makalah ini akan membahas tentang desain
interior pada rumah-rumah adat.
Seharusnya:
Makalah ini akan membahas desain interior pada rumah-rumah adat.
7.
Kelogisan
Kelogisan berarti
bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal pembaca dan penulisannya sesuai
dengan ejaan yang berlaku. Contoh:
·
Mayat wanita yang ditemukan itu
sebelumnya sering mondar-mandir di daerah tersebut.
Kalimat
itu tidak logis (tidak masuk akal) karena yang telah meninggal tidak akan
mungkin bisa berjalan. Jadi, penggunaan kalimat yang benar yaitu ‘Sebelum
meninggal, wanita yang mayatnya ditemukan itu sering mondar-mandir di daerah
tersebut.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
1.
Simpulan
Penggunaan
kalimat yang benar, harus mengikuti pola atau kaidah yang telah ditetapkan atau
disetujui oleh khalayak. Dapat pula mengukuti kaidah yang sudah ada pada buku
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kesalahan itu terjadi, karena pengguna tidak
memelajari atau kurang paham tentang tata bahasa. Oleh sebab itu, harus dapat
menggunakan kalimat yang benar.
2.
Saran
Dalam
menggunakan bahasa (baik lisan maupun tulis), diharap dapat menggunakannya
sesuai kaidah yang dibenarkan.
DAFTAR RUJUKAN
Alwi,
Hasan., Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, danAnton M. Moeliono. 2003. Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer,
Abdul. 1988. Tata Bahasa Praktis. Jakarta: Bhratara.
Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia. 1975a. Pedoman Umum Ejaan yang
Disempurnakan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kedudayaan. Edisi Kedua.
.1975b. Pedoman
Umum Pembentukan Istilah. Edisi Kedua 1988. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
.
2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoan
Umum Pembentukan Istilah. Cet VII. Bandung: Pustaka Setia.
Wikipedia, 31 10 2008.
Tag :
Linguistik
2 Komentar untuk "Makalah Sintaksis Mengenai Kalimat"
Bagus nih
Semoga bermanfaat.